Long life learning

14 Prinsip Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013 Berdasarkan Karakteristik Siswa dan Teori Belajar

14 Prinsip Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013 Berdasarkan Karakteristik Siswa dan Teori Belajar
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin curerer yaitu pelari, dan curere yang artinya tempat berlari. Pada awalnya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Kemudian pengertian kurikulum tersebut digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melakukan penyederhanaan, dan tematik-integratif, menambah jam pelajaran dan bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran dan diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Tidak dipungkiri kandungan yang termuat dalam kurikulum 2013 banyak memuat pembaharuan dalam bidang pendidikan untuk memenuhi tuntutan perkembangan jaman. Pelaksanaan pembelajaran pada pelaksanaan kurikulum 2013 memiliki karakteristik yang berbeda dari pelaksanaan kurikulum 2006. Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi yang diharapkan terdapat maka dipeloleh 14 prinsip utama pembelajaran yang perlu guru terapkan.
 Berikut adalah 14 prinsip pembelajaran kurikulum 2013 yang sesuai dengan karakteristik siswa dan teori pembelajaran berdasarkan pendapat para ahli.
1.      Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu
pembelajaran mendorong siswa menjadi pembelajar aktif, pada awal pembelajaran guru tidak berusaha untuk meberitahu siswa karena itu materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk final. Pada awal pembelajaran guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu fenomena atau fakta lalu mereka merumuskan ketidaktahuannya dalam bentuk pertanyaan. Jika biasanya kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyampaian informasi dari guru sebagai sumber belajar, maka dalam pelaksanaan kurikulum 2013 kegiatan inti dimulai dengan siswa mengamati fenomena atau fakta tertentu. Oleh karena itu guru selalu memulai dengan menyajikan alat bantu pembelajaran untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa dan dengan alat bantu itu guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa dengan bertanya.
Hal tersebut sebada dengan pendapat Piaget,pengetahuan dibangun dalam pikiran anak.Pengetahuan sosial seperti nama hari dalam seminggu atau tanda atom unsur-unsur dalam ilmu kimia dapat dipelajari secara langsung yaitu dari pikiran guru ke pikiran siswa. Namun pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematik tidak dapat secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dengan kata lain,pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematik tidak dapat diteruskan dalam bentuk sudah jadi. Setiap anak harus membangun sendiri pengetahuan-pengetahuan itu. Pengetahuan itu harus dikontruksi sendiri oleh anak melalui operasi-operasi dan salah satu cara untuk membangun operasi ialah dengan equilibrasi.

2.      Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber
Pembelajaran berbasis sistem lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran membuka peluang kepada siswa  sumber belajar seperti informasi dari buku siswa,  internet, koran, majalah, referensi dari perpustakaan yang telah disiapkan. Pada metode proyek, pemecahan masalah, atau inkuiri siswa dapat memanfaatkan sumber belajar di luar kelas. Dianjurkan pula untuk materi tertentu siswa memanfaatkan sumber belajar di sekitar lingkungan masyarakat. Tentu dengan pendekatan ini pembelajaran tidak cukup dengan pelaksanaan tatap muka dalam kelas.
Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus dan respon tertentu.  Stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar.  Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan lebih langgeng.  Suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai stimulus. 
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

3.      Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah
Pergeseran ini membuat guru tidak hanya menggunakan sumber belajar tertulis sebagai satu-satunya sumber belajar siswa dan hasil belajar siswa hanya dalam bentuk teks. Hasil belajar dapat diperluas dalam bentuk teks, disain program, mind maping, gambar, diagram, tabel, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mempraktikan sesuatu yang dapat dilihat dari lisannya, tulisannya, geraknya, atau karyanya.
4.      Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
Pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi dari aktivitas dalam proses belajar. Yang dikembangkan dan dinilai adalah sikap, pengetahuan, dan keterampilannya.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.



5.      Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
mata pelajaran dalam pelaksanaan kurikulum 2013 menjadi komponen sistem yang terpadu. Semua materi pelajaran perlu diletakkan dalam sistem yang terpadu untuk menghasilkan kompetensi lulusan. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran bersama-sama, menentukan karya siswa bersama-sama, serta menentukan karya utama pada tiap mata pelajaran bersama-sama, agar beban belajar siswa dapat diatur sehingga tugas yang banyak, aktivitas yang banyak, serta penggunaan waktu yang banyak tidak menjadi beban belajar berlebih yang kontraproduktif terhadap perkembangan siswa.
6.      Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
Di sini siswa belajar menerima kebenaran tidak tunggul. Siswa melihat awan yang sama di sebuah kabupaten. Mereka akan melihatnya dari tempatnya berpijak. Jika ada sejumlah siswa yang melukiskan awan pada jam yang sama dari tempat yangberjauhan, mereka akan melukiskannya berbeda-beda, semua benar tentang awan itu, benar menjadi beragam.
7.      Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
Pada waktu lalu pembelajaran berlangsung ceramah. Segala sesuatu diungkapkan dalam bentuk lisan guru, fakta disajikan dalam bentuk informasi verbal, sekarang siswa harus lihat faktanya, gambarnya, videonya, diagaramnya, teksnya yang membuat siswa melihat, meraba, merasa dengan panca indranya. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar, namun dengan menggunakan panca indra lainnya.
Hal tersebut sesuai dengan pandangan Piaget yang mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke atas.Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada padatahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.

8.      Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)
Hasil belajar pada rapot tidak hanya melaporkan angka dalam bentuk pengetahuannya, tetapi menyajikan informasi menyangku perkembangan sikapnya dan keterampilannya. Keterampilan yang dimaksud bisa keterampilan membacan, menulis, berbicara, mendengar yang mencerminkan keterampilan berpikirnya. Keterampilan bisa juga dalam bentuk aktivitas dalam menghasilkan karya, sampai pada keterampilan berkomunikasi yang santun, keterampilan menghargai pendapat dan yang lainnya.
Menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Pendapat Thornburg tersebut juga termuat dalam kurikulum 2013, perkembangan anak dalam 2013 termuat dalam 5 kemampuan dasar yaitu, menyimak, mengkomunikasikan,  menanya, menalar, mengobserfasi

9.      Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan  dan pemberdayaan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat
Hal ini memerlukan guru untuk mengembangkan pembiasaan sejak dini untuk melaksanakan norma yang baik sesuai dengan budaya masyarakat setempat, dalam ruang lingkup yang lebih luas siswa perlu mengembangkan kecakapan berpikir, bertindak, berbudi sebagai bangsa, bahkan memiliki kemampuan untuk menyesusaikan dengan dengan kebutuhan beradaptasi pada lingkungan global. Kebiasaan membaca, menulis, menggunakan teknologi, bicara yang santun  merupakan aktivitas yang tidak hanya diperlukan dalam budaya lokal, namun bermanfaat untuk berkompetisi dalam ruang lingkup global.
Teori-teori klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlo pada awal tahun 1900 an.   Ivan Pavlov melakukan suatu eksperimen secara sistimatis dan saintifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme.
Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Dia meletakkan secara rutin bubur daging di depan mulut anjing .  Anjing mengeluarkan air liur .  air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng sebelum makanan diberikan.
Berdasarkan hasil eksperimen pavlo diperoleh suatu kesimpulan bahwa asosiasi terhadap penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe pembelajaran yang penting, yang kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian Klasik.

10.  Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo),  membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
 di sini guru perlu menempatkan diri sebagai fasilitator yang dapat menjadi teladan, meberi contoh bagaimana hidup selalu belajar, hidup patuh menjalankan agama dan prilaku baik lain. Guru di depan jadi teladan, di tengah siswa menjadi teman belajar, di belakang selalu mendorong semangat siswa tumbuh mengembangkan pontensi dirinya secara optimal.
Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga, sekolah, dan komunitas. ( Ratna Megawangi) Dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi.
Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, ada sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. dimulai dari cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya, tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian, kejujuran, hormat dan santun, kasih sayang, kepedulian dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara.
William Stern. Menurut aliran konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh dua kekuatan, baik faktor dasar atau pembawaan maupun faktor lingkungan atau pendidikan kedua-duanya secara convergent akan menentukan atau mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat aliran ini Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar atau pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar atau lingkungan (faktor eksternal).

11.  Pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat
Karena itu pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang lebih banyak dan memanfaatkan ruang dan waktu secara integratif. Pembelajaran tidak hanya memanfaatkan waktu dalam kelas.

12.  Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.
 Prinsip ini menadakan bahwa ruang belajar siswa tidak hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas. Sekolah dan lingkungan sekitar adalah kelas besar untuk siswa belajar. Lingkungan sekolah sebagai ruang belajar yang sangat ideal untuk mengembangkan kompetensi siswa. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat mengembangkan sistem yang terbuka.
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk kedalam tokoh kunci humanisme. Tujuan utama dari humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia automomous. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator.
Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri.


13.  Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (tIK) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
 Di sini sekolah perlu meningkatkan daya guru dan siswa untuk memanfaatkan TIK. Jika guru belum memiliki kapasitas yang mumpuni siswa dapat belajar dari siapa pun. Yang paling penting mereka harus dapat menguasai TIK sebabab mendapatkan pelajaran dengan dukungan TIK atau tidak siswa tetap akan menghadapi tantangan dalam hidupnya menjadi pengguna TIK. Jika sekolah tidak memfasilitasi pasti daya kompetisi siswa akan jomplang daripada  siswa yang memeroleh pelajaran menggunakannya.
14.  Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa
Cita-cita, latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang, cara belajar, cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu pembelajaran harus melihat perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial dan indah jika dikembangkan menjadi kesatuan yang memiliki unsur keragaman. Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan biarkan siswa tumbuh menurut potensinya masing-masing dalam kolobarasi kelompoknya.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama. Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dalam kurikulum 2013 sebagai mediator yang dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik,  hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun dalam kelompok. Selain dari itu karakteristik yang dimiliki oleh anak tingkat SD  antara lain:

1.Senang bermain,
2.Senang bergerak
3.Senang bekerja dalam kelompok
4.Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung.
5.Anak cengeng
6.Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
7.Senang diperhatikanb  b
8.Senang meniru

DAFTAR PUSTAKA

Budianto. 2010. Teori Belajar dan Implikasi dalam Pembelajaran, (Online), (http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/09/teori-belajar-dan-implikasinya-dalam-pembelajarn), diakses 7 Februari 2012.
Dariyo, Agoes. 2007. Psikolgi Perkembangan.Bandung : Refika Adiama
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan.Jakarta: Erlangga

Share:

3 komentar:

Popular Posts

Long life learning

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Popular Posts